PROGRAM MEMPERKOKOH KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA

PROGRAM MEMPERKOKOH  KARAKTER  DAN JATIDIRI  BANGSA

  1. A. DASAR PEMIKIRAN

1. ealitas menunjukkan bahwa kesadaran kebangsaan rakyat Indonesia dewasa ini mengalami kemundur-an. Hal ini dapat dilihat pada fenomena yang berkembang dalam masyarakat seperti:

  1. Berkembangnya emosi kedaerahan, yang dipicu oleh kesalah fahaman dalam memaknai dan penerapan kearifan lokal dalam rangka implementasi otonomi daer-ah.
  1. Penerapan otonomi daerah belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berakibat timbulnya kekecewaan rakyat di daerah.
  1. Perilaku para elit politik yang dinilai kurang proporsional  dalam menjabarkan kebija-kan yang menyimpang dari tujuan yang tertera dalam Pembukaan UUD 1945, mengakibatkan sifat keacuhan masyarakat terhadap pembangunan, utamanya dalam memperkokoh wawasan kebangsaan.
  1. Globalisasi yang mengusung nilai kebebasan yang individualistik mendorong berkembangnya sikap pragmatik, kon-sumeristik, materialistik, hedonistik, yang mengabaikan nilai-nilai luhur bangsa seperti gotong royong, kekeluargaan, kerukunan dan kebersamaan sebagai pencerminan wawasan kebangsaan.
  1. Tidak merasa bangga terhadap prestasi anak bangsa dalam berbagai segi, seperti di bidang olah raga, pendidikan, karya teknologi, dsb.
  1. Daerah perbatasan yang kurang men-dapat perhatian dari pusat maupun daerah yang mengakibatkan perbedaan kesejah-teraan yang sangat tidak seimbang.
  1. Pencurian kekayaan alam baik di darat maupun di laut yang sangat merugikan masyarakat yang berakibat merosotnya pendapatan masyarakat.
  1. Keadilan di berbagai bidang kehidupan yang menjadi dambaan masyarakat belum dapat terwujud sebagai akibat belum terseleng-garanya penegakan hukum dengan semestinya.

Fenomena tersebut di atas menunjukkan bahwa kemunduran wawasan kebangsaan sudah merupakan realitas dan perlu penanganan segera dengan kesungguhan hati agar dapat membangkitkan kembali wawasan kebangsaan masyarakat dengan Program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa.

  1. Focus Group Discussion yang diselenggara-kan oleh Badan Penelitian dan Pengembang-an Departemen Dalam Negeri, yang diseleng-garakan pada tanggal 10 November 2009, menyusun rekomendasi bahwa perlu adanya lembaga yang menangani masalah imple-mentasi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa berdasar Pancasila. Lembaga tersebut tiada lain adalah Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri. Sedang aktualisasinya dikerjakan oleh Badan Kesbangpol Propinsi, Kabupaten dan Kota, untuk itu diperlukan strategi, sistem dan struktur implementasi Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa (MKJB).

Sebelum kita menguraikan lebih lanjut mengenai strategi, sistem dan struktur program MKJB, perlu kita fahami lebih dahulu pengertian-pengertian yang berkaitan dengan aktualisasi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa.

  1. B. BEBERAPA PENGERTIAN
  1. Karakter

Karakter sering diberi padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara khusus. Karakter adalah keakuan rohaniah, het geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi  dalam diri dan lingkungan. Karakter juga diberi makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determines his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas yang mantap dan khusus, sebagai pembeda, yang terbentuk dalam kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa terpengaruh oleh situasi lingkungan sewaktu.

Karakter terbentuk oleh faktor endogeen atau dalam diri dan faktor exogeen atau luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti egois, mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam era globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.

Ada ahli yang berpendapat bahwa manusia bersifat unik, tercipta dalam perbedaan individual, nampak dalam tingkat kecerdasan, dalam kemampuan ungkapan emosional dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, meski ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan zamannya. Dengan demikian moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami per-kembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi. Karakter mem-bentuk ciri khas individu atau entitas, suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pri-badi individu atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.

  1. Jatidiri Bangsa

Jatidiri yang  dalam bahasa Inggris disebut identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang meng-gambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri merupakan pen-cerminan individu atau suatu entitas yang mempribadi dalam diri individu atau entitas yang selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas yang bersangkutan dalam menghadapi setiap permasalahan.

Ada sementara pihak yang membedakan antara pengertian identitas diri dan jatidiri. Identitas diri lebih menggambarkan pe-nampilan lahiriah dalam bentuk sikap dan perilaku yang membaku dan mempribadi seperti ramah, pemarah, introvert, extravert, optimistik, pesimistik, dan sebagainya. Sedang jatidiri adalah kualitas yang menggambarkan integritas individu atau suatu entitas, sebagai karunia Tuhan, yang mencerminkan harkat dan martabat individu atau entitas dimaksud secara utuh. Jatidiri mengandung nilai-nilai dasar yang akan memberikan corak terhadap jatidiri bagi pendukungnya. Jatidiri suatu bangsa yang menganut faham individualistik liberalistik akan berbeda dengan jatidiri suatu bangsa yang menganut faham kolektivistik, sosialistik atau kegotong royongan. Demikian pendapat mereka.

Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa  terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang merupakan pengejawantahan dari konsep religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.

  1. Nilai dan Norma

Nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal, perkara atau subyek tertentu yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal, perkara atau subyek tersebut dalam kehidupan masyarakat. Suatu pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan rakyat. Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang jujur selalu dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagai-nya. Apabila nilai idaman dapat terwujud, maka akan menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara pada rasa tent-ram, nyaman, sejahtera dan bahagia.

Nilai yang dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia disebut norma. Norma adalah berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, diperguna-kan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingkah lakunya menyimpang atau tidak menyimpang dari nilai yang telah ditetapkan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan sebagainya. Perkembang-an nilai menjadi norma sangat tergantung dari masyarakat masing-masing serta tantangan zaman. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya.

  1. Kaitan Karakter, Jatidiri, Nilai dan Norma Kehidupan

Karakter, jatidiri, nilai dan norma kehidupan perlu  didudukkan secara tepat dan proporsi-onal agar tidak terjadi kerancuan dan kakacauan dalam memanfaatkan dan me-nerapkannya baik dalam wacana maupun dalam praktek kehidupan.

Setiap subyek, individu, atau entitas untuk dapat diakui eksistensinya perlu memiliki identitas atau ciri khusus yang membedakan-nya dengan subyek, individu atau entitas lain. Identitas atau ciri khusus yang telah mem-pribadi, menyatu dengan subyek, individu atau entitas tersebut disebut jatidiri  Jatidiri ini akan menampakkan wajahnya dalam bentuk sikap dan perilaku subyek, individu atau entitas terhadap tantangan yang terkena pada dirinya. Apabila perilaku ini telah membaku sehingga tidak peduli pada situasi dan kondisi yang meliputinya, maka sikap dan perilaku tersebut berkembang menjadi karakter. Dengan demikian jatidiri suatu subyek, individu atau suatu entitas akan menampak-kan dalam karakter, yang akan termanifestasi dalam sikap dan perilaku dalam menganti-sipasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Kita kenal individu yang berkarakter teguh dan konsisten, ada yang memiliki karakter selalu berubah setiap saat, sehingga sukar sekali ditebak dan diperhitungkan. Yang pertama sering disebut berkarakter baja, sedang yang kedua berkarakter bunglon, atau tidak memiliki pendirian.

Karakter merupakan perpaduan antara faktor intern yang terdapat dalan diri individu dan faktor ekstern yakni lingkungan tempat individu berhubungan. Sebagai konsekuensi-nya, karakter mengandung nilai-nilai tertentu, yang biasanya bersumber dari nilai yang berkembang dalam masyarakat tempat individu hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai akibat karakter akan mengalami perubahan, sedang jatidiri pada hakikatnya bersifat tetap. Meskipun per-kembangan karakter tidak dibenarkan menyi-mpang dari nilai dasar yang menjadi ciri khas jatidiri.

Dari uraian tersebut nampak jelas bahwa setiap individu atau entitas perlu memiliki jatidiri yang merupakan ciri khas yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Jatidiri individu atau suatu entitas akan nampak dalam karakter individu atau entitas dimaksud. Karakter berisi nilai-nilai terpilih yang dipegang oleh individu atau entitas dalam menghadapi segala perma-salahan. Nilai-nilai terpilih tersebut kemudian dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku sehingga menjadi faktor pengukur sikap dan perilaku individu atau entitas. Demikian gambaran secara singkat kaitan antara jatidiri, karakter, nilai dan norma kehidupan.

  1. C. PARADIGMA MEMBANGUN KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA
  1. Jatidiri bangsa merupakan hal ihwal atau perkara yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehi-langan jatidiri bangsa sama saja dengan kehilangan segalanya, bahkan akan berakibat tereliminasinya negara-bangsa. Oleh karena itu bila kita tetap menghendaki berdaulat dan dihargai sebagai negara-bangsa dalam percaturan internasional, perlu menjaga eksistensi dan kokohnya jatidiri bangsa. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa hanya bangsa yang memiliki karakter yang kokoh dan tangguh mampu mengatasi krisis yang dihadapi oleh negara-bangsa dengan berhasil baik.
  1. Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa . Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa  terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kema-nusiaan yang adil dan beradab, Per-satuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-waratan/perwakilan serta dengan mewujud-kan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
  1. Dalam rangka membangun jatidiri Manusia Pancasila, setiap manusia Indonesia wajib memahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila, untuk difahami, didalami, serta diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
  1. Membangun karakter bangsa yang merupa-kan pencerminan jatidiri bangsa merupakan suatu kerja terus menerus tanpa henti. Oleh karena itu perlu di rancang suatu program yang mantap, berkesinambungan, dan terpadu mengenai Program Memperko-koh Karakter dan Jatidiri Bangsa. Program tersebut meliputi: (a) tujuan yang hendak diwujudkan, (b) materi yang diperlukan dalam pembangunan karakter dan jatidiri bangsa, (c) organisasi atau lembaga penyelenggara, (d) pelaksana, (e) sarana dan prasarana, serta (f) pendanaan pendukungnya. Mengingat begitu mendasarnya masalah pembinaan karakter bangsa, maka harus ditangani oleh lembaga pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional dan kementerian lain terkait.
  1. Sasaran utama dalam pembangunan karakter dan jatidiri bangsa adalah para pendidik, tenaga kependidikan dan para pemimpin masyarakat. Bila para pendidik, tenaga kependidikan dan para pimpinan masyarakat telah memiliki karakter dan jatidiri seperti yang diharapkan maka masyarakat luas akan segera mengikutinya. Suatu realitas me-nunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat ikutan.

Di atas telah dikemukakan bahwa pendekatan yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara, dan dimensi tenaga pembangunan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan karak-ter tiga dimensi tersebut.

  1. Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Pribadi

Manusia Pancasila sebagai pribadi bertitik tolak dari suatu gagasan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, wajib beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Pancasila meyakini akan kodrat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu rela menerima ketentuanNya, bersyukur terhadap segala nikmat karuniaNya dan selalu bersikap sabar terhadap cobaan-Nya.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia Pancasila dibekali dengan berbagai nafsu, baik yang dapat merusak maupun membangun diri sendiri dan pihak lain. Adapun nafsu yang merusak seperti sifat jahil, iri, dengki, pendendam, serakah, malas, mudah tersinggung, gampang marah, beringas,  dan sebagainya; Sedangkan sifat yang baik adalah cinta dan kasih sayang, simpati, empati, memiliki ciri tenang, lembut, lembah manah, suka melayani, berbakti dan sebagainya. Manusia Pancasila mampu mengendalikan diri terhadap nafsu yang bersifat merusak, serta menyalurkan secara tepat nafsu yang bersifat membangun.

Manusia Pancasila adalah makhluk monodualis, yang bermakna sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial, makhluk jasmani sekaligus makhluk rokhani. Hal ini merupakan kodrat yang ditentukan oleh Tuhan, maka manusia tidak mungkin hidup seorang diri, tetapi selalu terikat dalam kelompok manusia yang disebut komunitas, baik itu namanya keluarga, masyarakat, ataupun negara-bangsa.

Manusia Pancasila menyadari dan meyakini bahwa kehidupan di dunia ini hanya berlangsung sementara dan berlangsung dalam rangkaian dengan kehidupan lebih lanjut di akhirat. Manusia tidak hanya terdiri atas materi yang nampak, tetapi menyatu dengan zat yang tidak nampak yang menyebabkan manusia dapat hidup.

Manusia Pancasila menyadari bahwa dirinya sebagai mikrokosmos menyatu dengan alam semesta sebagai makrokosmos. Sebagai konsekuensi dari pandangan monodualistik ini, maka manusia Pancasila tidak dapat melepas-kan diri dari lingkungan dan alam sekitarnya, serta dari kehidupannya di masa yang akan datang. Ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri pada masa kini, tetapi juga memper-hitungkan kehidupan setelah hidup di dunia ini.

Manusia Pancasila juga bersifat monopluralis. Ia adalah makhluk pribadi yang hidup dalam kondisi kemajemukan dilihat dari keaneka-ragaman agama yang dipeluk dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, keanekaragaman adat budaya, suku dan sebagainya. Sehingga pola hidup manusia Pancasila bersifat inklusif, tidak merasa dirinya yang paling benar, paling hebat dan sebagainya. Kebenaran dapat saja terjadi pada pihak lain.

Manusia Pancasila dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kemampuan dasar seperti kemampuan berfikir, perasaan, kema-uan, budi nurani dan berkarya. Untuk dapat memanifestasikan kemampuan dasar tersebut, Tuhan mengaruniai kepada manusia suatu bekal berupa kebebasan, yang merupakan hak untuk memilih dan menentukan sikap dan pendiriannya. Penerapan kebebasan tersebut harus diselenggarakan secara etis dan ber-tanggung jawab.

Manusia Pancasila dalam berhubungan dengan sesama manusia  didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat dan kesetaraanya, tanpa membedakan suku, agama, ras, keturunan dan antar golongan sehingga tidak terjadi diskriminasi dan eksploi-tasi antar sesama manusia. Dengan demikian manusia diperlakukan secara adil dan beradab.

  1. Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Warga-negara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seorang manusia tidak hanya berkedudukan sebagai pribadi, tetapi juga sebagai seorang warganegara dari suatu negara-bangsa. Sebagai seorang warganegara, manusia Pancasila wajib memahami hak dan kewajibannya, serta fungsinya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ia harus  mema-hami dasar negara yang dijadikan landasan (a) mengatur tata hubungan sesama warganegara, (b) mengatur tata hubungan warganegara dengan lembaga-lembaga negara, (c) tata cara memperjuangkan haknya serta melaksanakan segala kewajiban dan fungsinya sebagai warganegara.

Seorang warganegara terikat pada segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak dapat menghindari serta mengingkari terhadap hukum positif yang sah dan berlaku. Penyimpangan dari ketentuan hukum akan dikenai sanksi hukum. Sesuai dengan ketentu-an, bahwa norma hukum bersifat memaksa, harus dipatuhi oleh setiap warganegara tanpa kecuali. Kepatuhan dan ketaatan warga-negara terhadap segala peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan sasaran pembinaan karakter yang harus dikembangkan.

Seorang warganegara terikat pada negara-bangsanya. Ia harus merasa dirinya sebagai warga dari suatu negara-bangsa, bangga terhadap negara-bangsanya, cinta dan rela berkorban demi negara-bangsanya. Seorang warganegara adalah seorang patriot bangsa, selalu menjaga persatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian wawasan kebangsaan merupakan sasaran pembinaan karakter warganegara.

  1. Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Tenaga Pembangunan

Sebagai tenaga pembangunan, manusia Pancasila harus memiliki profesionalitas serta ketrampilan yang diperlukan dalam berproduksi atau memberikan pelayanan. Seorang tenaga kerja Pancasila memiliki semangat juang yang tinggi demi negara bangsanya dan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Ia adalah pekerja yang jujur, tangguh, handal, tekun, rajin, pantang menyerah, bertanggung jawab serta memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai sukses. Sehingga manusia Panca-sila sebagai tenaga pembangunan adalah tenaga kerja yang berani dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari manapun jua.

Dari gambaran di atas nampak bahwa karakter yang perlu dikembangkan dalam membentuk jatidiri manusia Indonesia tiada lain adalah karakter yang bermuatan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila baik Pancasila sebagai pandangan hidup dalam membentuk manusia yang berakhlak mulia, Pancasila sebagai dasar negara yang bermuatan konsep dan prinsip yang dipergunakan sebagai acuan dalam bersikap dan bertingkah laku sebagai seorang warganegara dengan baik, sehingga memahami serta mampu menerap-kan hak dan kewajibannya, serta berwawasan kebangsaan maupun Pancasila sebagai ideologi nasional yang memberikan arahan dalam melaksanakan pembangunan.

  1. D. PROGRAM MEMPERKOKOH KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA

Di atas telah dikemukakan bahwa dalam menyusun program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa perlu dirumuskan tujuan yang hendak diwujudkan, materi yang dimanfaatkan dalam proses memperkokoh karakter dan jatidiri, tenaga pelaksana dan sebagainya. Berikut disampaikan uraian mengenai hal-hal tersebut.

1. Tujuan program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa

Program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa  diarahkan pada pembangunan jatidiri bangsa Indonesia. Sesuai dengan pendeka-tan tersebut di atas maka tujuan membangun karakter bangsa adalah mengembangkan karakter manusia baik sebagai manusia pribadi, sebagai warganegara maupun sebagai tenaga pembangunan. Dengan ber-orientasi pada pemikiran ini maka tujuan pembangunan karakter bangsa adalah sebagai berikut:

  1. Membangun individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan prima terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga menjadi manusia yang taat dan patuh terhadap perintah dan laranganNya sesuai dengan ajaran agama dan kepecayaan masing-masing. Mensyukuri nikmat yang dianugerahkanNya serta sabar dalam menerima segala ujianNya.
  1. Membangun individu yang mampu mengendalikan diri terhadap nafsu dengan jalan menghindari perilaku yang tercela seperti riya,  jahil, iri hati, dengki, dendam, serakah, sombong, congkak, mudah tersinggung, pemarah, serta dengan mengembangkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap  sesama, jujur, disertai sikap pengabdian diri dengan ikhlas, ramah dan sopan santun,  serta saling asah asih asuh.
  1. Membangun individu yang  bersikap inklusif, dengan jalan menerima realitas kehidupan plural ditinjau dari keanekaan ras, suku, agama, antar golongan dan adat budaya, tidak merasa dirinya yang paling benar dan paling penting dalam hidup bersama; dengan cara menghindari sikap eksklusif.
  1. Membangun warganegara yang memahami hak, kewajiban dan fungsinya sesuai dengan segala peraturan per-undang-undangan yang berlaku, ber-dasarkan Pembukaan UUD 1945, mampu dan mau untuk mengimple-mentasikan dalam segala aspek dan dimensi kehidupan.
  1. Membangun warganegara yang bangga terhadap negara bangsanya, setia dan rela berkorban demi negara bangsanya, berusaha untuk berprestasi dalam ber-bagai kegiatan baik nasional maupun global dalam rangka menjunjung tinggi negara-bangsanya.
  1. Membangun tenaga pembangunan yang cerdas, terampil, profesional, beretos kerja tinggi, pantang menyerah, bekerja keras, bertanggung jawab, berprestasi dan mampu bersaing baik di dalam maupun di luar negeri dalam memasuki era globalisasi.
  1. 2. Materi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa
  1. Dalam rangka membangun manusia Pancasila sebagai pribadi perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkan-dung dalam Pancasila sebagai  pandangan hidup; dalam rangka mem-bangun manusia Pancasila sebagai warganegara perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara, sedangkan untuk membangun manusia Pancasila sebagai tenaga pembangunan perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkan-dung dalam Pancasila sebagai Ideologi nasional.
  1. Sebagai konsekuensi maka dalam membangun karakter dan jatidiri manu-sia Indonesia digunakan materi seba-gai berikut:
  • Pancasila sebagai Dasar Negara;
  • Pancasila sebagai Ideologi Nasional
  • Pancasila sebagai Pandangan Hidup;
  • Pancasila sebagai Perekat Bangsa
  • Wawasan Kebangsaan dan Bhinneka Tunggal Ika
  • Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa.
  1. 3. Lembaga implementasi program Memperko-koh Karakter dan Jatidiri Bangsa

Memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka baik pemerintah maupun masyarakat wajib ber-partisipasi aktif dalam membangun karakter dan jatidiri bangsanya. Untuk itu perlu dibentuk Tim Pelaksana Program MKJB (Tim P2MKJB) di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota untuk memberikan bimbingan dan arahan pelaksanaan program MKJB. Dalam melaksanakan tugasnya Tim P2MKJB didukung oleh tenaga ahli, administrasi, perencana, pelaksana dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan kegiatan. Struktur organisasi Tim diusulkan sebagai berikut:

Tim P2MKJB mendapatkan  bimbingan dan pengarahan langsung dari Wakil Presiden.

  1. 4. Tenaga program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa

Dalam rangka implementasi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa diperlukan berbagai tenaga seperti fasilitator yang mendapat tugas membimbing masyarakat dalam mengadakan diskusi dan dialog mengenai upaya memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa. Para fasilitator ini perlu mendapatkan arahan dan petunjuk pelaksanaan memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa. Untuk itu perlu diselenggara-kan training of fasilitator yang diselenggara-kan oleh Kementerian Dalam Negeri.

  1. 5. Penjadualan

Tahun 2010 dipergunakan untuk menyusun program terinci ”Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa,” Menyiapkan materi yang diperlukan dan menyelenggarakan training of fasilitators, serta peraturan perundangan yang diperlukan

Tahun 2011 dan seterusnya adalah implementasi ”Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa”

Pendanaan disediakan oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah.

  1. E. PENUTUP

Program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa merupakan program utama yang harus segera diselenggarakan, karena akan menentukan negara-bangsa dalam menghadapi era globalisasi. Kegagalan dalam membangun karakter dan jatidiri bangsa akan dapat saja leburnya wawasan kebangsaan dan dapat bermuara pada leburnya negara-bangsa Indonesia.

Explore posts in the same categories: Uncategorized

Leave a comment