Korupsi

* K O R U P S I

 

Pengantar

 

Sejak pertengahan dekade terakhir abad ke 20, bangsa Indonesia dirundung oleh situasi atau kondisi yang disebut korupsi yang akut. Beberapa media massa baik luar maupun dalam negeri menyoroti dengan tajam korupsi yang sedang melanda negara tercinta dengan menyebut-nyebut bahwa negara Indonesia termasuk the best three negara korup di dunia. Hujatan dilemparkan kepada pemerintahan terdahulu, dituding sebagai biang keladi terjadinya korupsi di negeri ini.

 

Namun setelah bergulir reformasi, dengan salah satu misinya memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme, korupsi tidaklah surut, bahkan lahir istilah baru “korupsi berjemaah” yang menggambarkan makin marak dan meluasnya korupsi pada era reformasi.

 

Korupsi sebenarnya telah menjadi perhatian dan kepedulian pemerintah, sejak era pemerintahan Bung Karno, pemerintahan Pak Harto sampai masa kini. Dapat ditunjukkan adanya berbagai peraturan perundang-undangan yang terbit pada setiap era dimaksud, yang menunjukkan perhatian pemerintah mengenai korupsi. Namun berbagai pihak menilai bahwa hasil upaya untuk memberantas korupsi masih belum memadai.

 

Dalam rangka memperoleh gambaran yang agak mendalam mengenai korupsi, ada baiknya kalau kita fahami bersama (a) apakah hakikat korupsi, (b) bentuk korupsi, (c) penyebab terjadinya korupsi, (d) untuk selanjutnya mencari solusi bagaimana korupsi dapat diminimalisir.

 

Pengertian Korupsi

 

Korupsi adalah suatu perbuatan berupa penyelewengan moral, cara, atau tindakan sehingga merubah suatu perkara atau hal ihwal yang baik menjadi buruk, yang benar menjadi salah, yang adil menjadi zalim dan sebagainya. Webster menyebutnya sebagai to change from good to bad in morals, manners, or action, atau to degrade with unsound principles or moral values. Korupsi biasanya dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang untuk memerintah, sehingga korupsi biasanya disebut sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang, dan yang biasanya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan, maka pengertian korupsi adalah sebagai berikut:

 

            Penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang dengan melakukan perubahan ketentuan yang baik menjadi buruk dilihat dari segi moral, cara atau tindakan, dengan bertujuan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau golongan, sehingga merugikan negara atau kepentingan umum.

 

Karena korupsi merugikan negara dan kepentingan umum maka dipandang sebagai tindak kriminal, dan pelanggarnya dikenai sanksi hukum sesuai dengan KUHP.

 

Hakikat Korupsi

 

Korupsi adalah  perbuatan manusia yang bersifat alami, seperti halnya dengan perbuatan-perbuatan yang lain, sehingga korupsi dapat saja terjadi di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Hal ini karena Tuhan melengkapi manusia dengan kompetensi tertentu yang memungkinkan manusia dapat berbuat korup.

 

Tuhan melengkapi manusia dengan potensi dasar yang disebut fikir, rasa dan kemauan yang akan menentukan pola tindak dan tingkah laku seseorang. Pandangan Kaum Sufi Islam yang dikutip oleh Syafaat Habib menyatakan bahwa dalam menentukan tingkah laku seseorang ditentukan oleh lima faktor yakni (1) ghothob atau nafsu jahat, indignation, (2) syahwat atau nafsu gairah, appetite, (3) aqal atau otak, brain, intellect, (4) qalbu atau fitrah, hati nurani, conscience, dan (5) taufiq dan hidayah, petunjuk Allah SWT, God’s guidance. Lima faktor tersebut saling beradu dalam diri manusia. Bila ghothob yang berkuasa maka orang akan terjerumus pada perbuatan yang tidak terpuji, sedang bila hati nurani dan petunjuk Allah SWT yang menguasi diri seseorang maka tingkah lakunya menjadi baik, berakhlak mulia.

 

Sigmund Freud mengatakan bahwa perbuatan manusia didorong oleh satu-satunya nafsu yang disebut libido sexualis. Segala bentuk perbuatan baik yang disadari atau tidak disadari didorong oleh nafsu tersebut. Namun dalam mengaktualisasikan nafsu tersebut, manusia memanfaatkan das Ich, yakni kemampuan ratio untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang akan dipilih. Di samping das Ich dalam diri manusia terdapat pula das Uber Ich, yakni kententuan atau norma-norma yang akan menuntun manusia dalam menentukan pilihan tindakannya. Pergulatan antara nafsu atau das Es, das Ich dan das Uber Ich ini akan menentukan pola tindak manusia. Alfred Adler berbeda pandangannya dengan Freud, mengatakan bahwa yang menentukan tingkah laku  kehidupan manusia adalah nafsu untuk berkuasa. Dengan “nafsu berkuasa” ini menggiring manusia untuk dapat melakukan perbuatan di luar norma yang seharusnya dipegang dalam bersikap dan bertingkah laku.

 

Dari pandangan-pandangan tersebut di atas nampak bahwa manusia dalam merealisasikan nafsu dibimbing oleh akal fikiran, perasaan dan budi nurani. Fikiran memberikan pertimbangan secara rasional dan logis mengenai tindakan yang akan dilakukan dalam memenuhi tuntutan nafsu, sementara perasaan dan budi nurani memberi pertimbangan dari sisi moral dan budi luhur yang perlu dipergunakan dalam memilih tindakan dengan memperhitungkan pihak lain yang mungkin terlibat dengan pelampiasan nafsu tersebut.

 

Dengan kemauannya manusia memperoleh kesempatan untuk bebas menentukan pilihan tindakan dalam hidupnya dengan penuh tanggung jawab, yang berarti berani menerima akibat dan resiko dari pilihan tindakannya. Pilihan yang diambil dari pertarungan antara ghothob, nafsu, akal fikiran, perasaan, budi nurani dan petunjuk dari Tuhan menentukan tingkat keberadaban seseorang.

 

Bila pilihan tindakan diwarnai oleh ghothob dan nafsu, disertai dengan kepentingan pribadi yang berlebihan tanpa memperhatikan pertimbangan fikir, perasaan dan budi nurani, maka tindakan seseorang akan menjadi kurang bermoral, kurang beradab, seperti halnya dengan tindak korupsi. Oleh karena itu tidak salah bila ada yang berpendapat bahwa untuk mengatasi tindak korupsi adalah dengan pembinaan moral seseorang, sehingga tidak akan tergiur oleh rayuan nafsu dan ghothob.

 

Bentuk Korupsi

 

Karena hakikat korupsi adalah perubahan dari perkara yang baik menjadi yang buruk dilihat dari segi moral, cara maupun tindakan, maka korupsi dapat terjadi dalam segala aspek kehidupan, dan dalam segala tingkat proses tindakan manusia dalam mencapai tujuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi dapat terjadi pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya, maupun ketahanan nasional, dan dalam tingkat penyaluran kedaulatan, penyususnan kebijakan, serta  pada implementasi kebijakan.

 

Pada umumnya orang berbicara korupsi selalu dikaitkan dengan materi dan uang, sedang korupsi dapat juga terjadi pada segi yang bersifat non materi. Marilah kita mencoba untuk mengindentifikasi berbagai bentuk dan jenis korupsi yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Pertama, korupsi dapat terjadi pada tingkat penyaluran kedaulatan rakyat. Pada waktu terjadi penyeluran kedaulatan dalam bentuk pemilihan umum, dapat terjadi suatu bentuk korupsi. Pemilu yang diharapkan diselenggarakan secara jujur, adil,  bebas, langsung dan rahasia, diselewengkan menjadi penyelenggaraan yang bernuansa pemaksaan baik secara terang-terangan maupun dengan cara sembunyi. Terjadi berbagai tindakan yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan. Praktek yang disebut “money politics” merupakan penyimpangan yang dapat dikategorikan korupsi. Pemaksaan memilih dengan cara yang tidak wajar, merupakan tindakan korupsi. Penyelewengan terhadap penghitungan hasil Pemilu juga merupakan bentuk korupsi.

 

Dengan berlangsungnya Pilkada, seorang yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, harus melewati suatu partai politik tertentu. Proses ini mengundang juga terjadinya korupsi, karena terjadi penyalahgunaan kewenangan partai politik dalam menentukan calon kepala daerah yang akan diusulkannya. Terjadi pula apa yang disebut “money politics.” Sebagai akibat seorang calon yang kalah dalam Pilkada mengamuk, karena telah kehilangan segalanya.

 

Kedua, korupsi juga terjadi dalam kalangan penyusun peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan memberikan hak dan kewajiban kepada warganegara dan kelompok serta pribadi atau badan hukum tertentu dalam melakukan suatu kegiatan berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan hak yang ditentukan peraturan perundang-undangan dapat memberikan keuntungan dan kemudahan kepada pihak tertentu. Terjadilah tarik ulur antara stakeholders dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, yang berakibat terjadinya sogok-menyogok yang merupakan salah satu bentuk korupsi. Sebagai akibat suatu peraturan perundang-undangan tidak selalu memihak pada kepentingan rakyat.

 

Ketiga, korupsi yang terbanyak terjadi di bidang eksekutif, karena di bidang ini terjadinya kegiatan pelayanan pemerintahan kepada rakyat, yang melibatkan transaksi berbagai kegiatan yang melibatkan direalisasikan pendanaan. Korupsi mulai dari penyiapan program kegiatan yang biasa disebut proyek. Untuk meng-goal-kan suatu proyek memerlukan kiat tertentu yang memerlukan keluarnya dana. Tanpa dana, proyek akan mengalami kesulitan untuk diwujudkan. Lembaga-lembaga mana yang terlibat dalam penentuan suatu proyek telah difahami oleh umum. Sehingga sebenarnya tidak terlalu susah untuk menemukan di mana terjadi korupsi pada waktu penentuan suatu proyek. Namun hal ini tidak akan terungkap karena tidak akan ada bukti tertulis, karena kedua belah pihak tidak akan mengakuinya. Sebagai akibat lebih jauh korupsi akan berlanjut dalam realisasi suatu kegiatan atau proyek. Dan karena dana telah disunat, dalam pengertian jumlah dana yang tertera dalam proyek telah tidak sesuai lagi dengan kenyataan, maka terjadilah korupsi berantai, sehingga realisasi kegiatan proyek sebenarnya tidak 100%, tetapi mungkin hanya 65%, atau mungkin lebih rendah lagi. Korupsi terjadi dalam segala kegiatan dan transaksi yang terselenggara. Hal ini telah difahami oleh umum, yang kadang-kadang dianggap sebagai suatu prosedur yang wajar.

 

Sesuai dengan definisi korupsi yang tersebut di atas, maka tindakan korupsi juga dapat terjadi oleh rakyat biasa dalam kegiatan sehari-hari, sebagai contoh melanggar aturan dengan se-enaknya, seakan merupakan hal yang biasa, sebenarnya juga tindak korupsi. Melanggar aturan lalu lintas, tidak tertib dijalanan, tidak disiplin diperkantoran itu juga suatu bentuk korupsi. Seorang guru yang mengurangi waktu mengajar itu juga bentuk korupsi, sehingga memberantas korupsi tidak mesti dari skala yang besar-besar, tetapi dapat juga dari hal yang kecil juga.

 

Demikianlah gambaran mengenai hakikat korupsi dan bentuk-bentuk korupsi yang dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, karena hal tersebut merupakan sifat alami manusia. Kewajiban kita bersama adalah bagaimana usaha agar tindak korupsi ini dapat dihindari atau diminimalisasi.

 

                                                                                                LPPKB

                                                                                                Soeprapto

 

 

 

 

 

 


Explore posts in the same categories: Uncategorized

Leave a comment