Archive for June 2009

wakil rakyat

June 17, 2009

PERUBAHAN, RAKYAT DAN WAKIL RAKYAT

Pemilihan umum di negeri kita diberi makna sebagai pemilihan calon wakil-wakil rakyat yang akan duduk di badan legislatif maupun di badan perwakilan serta pemilihan presiden dan wakil presiden maupun kepala daerah. Pemilihan umum pada hakikatnya adalah mekanisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, sebagai perwujudan pelimpahan mandat kekuasaan atau kedaulatan dari rakyat kepada para wakil rakyat serta kepada pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan negara. Mandat kekuasaan atau kedaulatan dari rakyat yang dimaksud berupa kewenangan pengelolaan negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perubahan.

Perubahan dalam kaitannya dengan masyarakat atau perubahan masyarakat (social change), ialah suatu modifikasi, suatu pergantian pola kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang timbul dari masyarakat itu sendiri maupun yang datang dari luar masyarakat. Faktor internal dan eksternal yang menyebabkan perubahan masyarakat atau perubahan sosial tersebut tidak dapat dipilah secara tegas. Kedua faktor internal dan eksternal penyebab perubahan sosial saling berkait dan saling berpengaruh. Teori perubahan sosial yang banyak dikemukakan oleh para pakar sosiologi itu sebenarnya mengacu pada perubahan alam.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perubahan sosial itu dikehendaki untuk meningkatan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu perubahan yang dikehendaki tersebut direncanakan dengan baik dan cermat, yang meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat. Perubahan sosial yang dikehendaki dan kemudian direncanakan dengan baik, disebut pula pembangunan masyarakat (community development). Di negara kita selama ini dikenal dengan istilah “pembangunan nasional”. Ada pembangunan nasional jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Perubahan masyarakat dalam pengertian pembangunan masyarakat, di negara-negara Amerika Latin digunakan istilah social reform.

Perubahan dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya tidak selalu berjalan secara mulus dan lancar. Kadang kala bahkan lebih sering perubahan sosial dan pembangunan berdampak pada struktur masyarakat dan menimbulkan gejolak di dalam masyarakat yang juga terus menerus berubah. Hal ini disebabkan baik perubahan sosial maupun pembangunan menimbulkan ketidak seimbangan di dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam pembangunan yang telah direncanakan dengan baik tentu saja dampak negatifnya, yaitu ketidak seimbangan tersebut, telah diantisipasi dengan sebaik-baiknya.

Mengacu pada perubahan alam, setiap gejolak atau ketidak seimbangan tersebut senantiasa menuju ke titik keseimbangan yang baru. Sehingga perubahan masyarakat dan pembangunan juga senantiasa menuju titik keseimbangan yang baru yang disebut perkembangan atau kemajuan masyarakat.

Demikian pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terjadi pula perubahan yang dinamis dari satu kehidupan ke kehidupan berikutnya yang lebih maju. Kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih maju artinya kehidupan yang makin mendekati cita-cita bangsa yang terlekat pada ideologi nasional bangsa itu.

Kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia dikatakan lebih maju jika kehidupan itu makin mendekati “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah ideologi nasional. Ideologi nasional Pancasila di samping menjadi tuntunan dan etika sikap serta peri laku bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga menjadi cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia. Perhatikan sila kelima Pancasila yang diberikan penekanan secara khsus yang menggunakan perkataan “dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Makna yang terkandung dalam usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil adalah upaya mengubah kehidupan rakyat di masa lalu, maupun di masa sekarang menjadi kehidupan yang lebih baik di masa depan. Usaha ini bukan sekedar cita-cita atau hanya gagasan yang muluk, melainkan kegiatan yang sesungguhnya dan benar-benar harus dilaksanakan sehingga terwujud menjadi kesejahteraan yang adil secara nyata. Dengan pelaksanaan kegiatan tersebut artinya bangsa Indonesia menghendaki agar kehidupan masyarakat senantiasa berubah ke arah kehidupan yang lebih baik bahkan kehidupan yang makin baik yang benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat dan benar-benar merata ke seluruh wilayah tanah air Indonesia.

Agar perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa Indonesia tidak mengalami krisis yang berlama-lama dan dampak krisis tersebut tidak merambah ke berbagai kehidupan masyarakat lainnya, hendaknya bangsa Indonesia sadar bahwa perubahan tersebut harus tetap di atas rel dasar negara dan ideologi nasional Pancasila. Ibaratnya gerbong bangsa Indonesia akan dumuati barang apa saja dan dicat dengan warna apa pun, tetapi rel yang menuju ke cita-cita nasional jangan diubah-ubah arahnya. Rel yang melandasi dan menuntun arah kehidupan bangsa Indonesia untuk mencapai cita-cita, “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, jangan diganti dan dipindahkan arahnya sehingga menyimpang dari dasar negara dan ideologi nasional Pancasila.

Rakyat

Secara umum dikatakan bahwa rakyat adalah semua orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah tertentu atau yang menjadi warga dari suatu negara tertentu. Rakyat adalah komunitas orang pada umumnya atau kelompok orang awam, yang tidak mempunyai kedudukan tertentu di pemerintahan ataupun bukan tokoh masyarakat. Pemahaman rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan dalam arti orang per orang (individual) melainkan selalu mengandung pengertian jamak (banyak) yaitu suatu komunitas orang.

Dalam ilmu politik, rakyat adalah salah satu unsur negara di samping tiga unsur lainnya, yaitu: wilayah, pemerintahan dan kedaulatan. Oleh sebab itu jika dikatakan “rakyat Indonesia” dapat dipastikan mereka juga “warga negara Indonesia”. Posisi rakyat selalu dikaitkan dengan suatu negara tertentu atau menjadi warga dari suatu negara tertentu. Berbeda dengan sebutan “penduduk Indonesia” yang belum tentu semuanya itu “warga negara Indonesia”. Ada penduduk Indonesia yang warga negara asing. Sebaliknya warga negara Indonesia dapat pula menjadi penduduk dari negara asing, karena ia atau mereka tinggal di negara asing tersebut.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara kita, kalimat alinea ketiga berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”. Rakyat sebagai salah satu unsur negara menyatakan kemerdekaan rakyat itu sendiri. Bukan penguasa penjajah yang menyatakan, apalagi memberikan, kemerdekaan rakyat Indonesia. Jadi rakyat Indonesialah yang mempunyai kedaulatan dalam negara. Oleh karena itu dalam Undang-Undang Dasar Negara dikatakan bahwa “kedaulatan adalah di tangan rakyat”. Namun yang memiliki kedaulatan bukan rakyat secara individual, melainkan rakyat yang senantiasa berpengertian komunitas seperti telah dijelaskan. Kemudian kedaulatan tersebut oleh rakyat dilimpahkan kepada sebuah badan yang mencerminkan permusyawaratan dari rakyat yang jumlahnya banyak itu (mewakili kurang lebih 220 juta rakyat Indonesia). Badan permusyawaratan yang terdiri dari badan legislatif dan badan perwakilan tersebutlah yang mengemban mandat kedaulatan yang dilimpahkan oleh rakyat tersebut.

Kemudian mandat kedaulatan rakyat tersebut yang sebagian menjadi kekuasaan pembentukan undang-undang (kekuasaan legislatif) dilimpahkan kepada badan legislatif, yang sebagian menjadi kekuasaan pelaksanaan pemerintahan (kekuasaan eksekutif) dilimpahkan kepada pemerintah serta yang sebagian menjadi kekausaan peradilan (yudikatif) dilimpahkan kepada badan peradilan dan yang sebagian lagi menjadi kekuasaan pengawasan dilimpahkan kepada badan pengawas (keuangan negara).

Demikianlah mekanisme pelimpahan mandat kedaulatan rakyat yang kemudian dijabarkan menjadi berbagai kekuasaan yang diwujudkan dalam struktur pemerintahan negara. Tetapi tidak berarti bahwa struktur pemerintahan negara kita yang melaksanakan kekuasaan tersebut disekat-sekat secara ketat, melainkan pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan beriringan dan selalu bekerja sama. Walaupun Indonesia tidak menganut paham trias politica secara murni, namun agar pelaksanaan pemerintahan negara berlangsung dengan efektif disusunlah pemilahan kerkuasaan negara tersebut.

Wakil Rakyat

Pada zaman Yunani kuno, terdapat sistem pemerintahan yang melibatkan seluruh rakyat dalam pemerintahan negara. Sistem pemeritahan semacam itu dinamakan demokrasi. Pada waktu itu yang dinamakan negara ialah negara kota (city state). Maka warga negara kota waktu itu dinamakan citizen. Sampai sekarang sebutan untuk warga negara adalah citizen walaupun negara pada zaman modern sekarang ini penduduknya telah mencapai ratusan juta bahkan ada yang lebih dari satu milyar orang.

Pada waktu itu penduduk sebuah negara kota tidak sampai ratusan ribu, ditambah lagi sebagian penduduk adalah orang asing dan budak yang tidak mempunyai hak yang sama dengan penduduk warga sebuah negara kota. Oleh karena itu semua warga negara kota dapat ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan negara kota. Tidak perlu ada “wakil” dari rakyat untuk duduk dalam berbagai badan atau kelembagaan negara.

Secara umum yang dinamakan wakil rakyat adalah orang atau sekelompok orang yang melaksanakan mandat kedaulatan rakyat yang telah dilimpahkan kepadanya atau kepada mereka. Mandat tersebut berupa kekuasaan untuk mengatur kehidupan bersama dalam satu negara guna mencapai kesejahteraan bersama pula. Jadi wakil rakyat itu mewakili rakyat atau warga negara dalam pemerintahan negara.

Jadi wakil rakyat yang kita pilih setiap lima tahun sekali adalah orang atau sekelompok orang yang akan duduk dalam badan legislatif dan badan perwakilan serta yang akan duduk sebagai pimpinan badan pelaksana pengelolaan pemerintahan (badan eksekutif), yaitu presiden dan wakil presiden. Oleh sebab itu wakil rakyat (dari partai apapun dan dari golongan atau kelompok manapun) harus benar-benar memahami kehendak rakyat, memahami dasar negara dan ideologi nasional Pancasila. Karena tugas dan tanggung jawab wakil rakyat adalah mewujudkan kesejahteran seluruh rakyat, bukan hanya kesejahteraan partainya, kesejahteraan golongan atau kelompoknya. Karena dasar negara dan ideologi nasional Pancasila adalah penunjuk arah dan pemandu jalan menuju keadilan sosial.

Setiap calon wakil rakyat yang telah terpilih menjadi wakil rakyat yang sesungguhnya, perjuangan untuk kepentingan partainya, kepentingan golongannya atau kepentingan kelompoknya harus berhenti. Sebagai wakil rakyat yang sebenarnya harus berjuang bagi kepentingan seluruh rakyat Indonesia, berjuang untuk bangsa dan negara Indonesia ! Jadilah wakil rakyat yang mempunyai komitmen tinggi mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat. Komitmen inilah yang ditunggu rakyat banyak, bukan janji ! []

Hernowo Hadiwonggo (LPPKB).

kepemimpinan

June 17, 2009

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL

Tahun 2009 adalah tahun akhir satu kurun pemerintahan negara kita yang diawali pada tahun 2004 yang lalu. Tahun ini juga dapat dikatakan sebagai tahun pemilihan, yaitu tahun penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih para peimimpin yang akan duduk, baik di Dewan Perwakilan Rakyat (Pusat dan Daerah) serta Dewan Perwakilan Daerah maupun memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pada hakikatnya pada pemilihan umum ini rakyat memilih para pemimpin yang akan memimpin bangsa Indonesia untuk kurun waktu lima tahun.

Sebenarnya apa dan siapa yang dinamakan pemimpin ? Boleh dikatakan pemimpin adalah kepala dari satu atau beberapa kelompok orang. Kelompok sebagai komunitas orang tersebut dapat berupa: puak, marga, kaum, suku, golongan dan sebagainya. Pemimpin dapat dipilih langsung oleh para anggota kelompoknya atau ditunjuk oleh kepala kelompok yang lebih besar dari kelompoknya itu.

Dalam masyarakat modern kelompok tersebut dapat berupa kelompok orang yang lebih besar, seperti misalnya rakyat, bangsa atau negara. Maka dalam komunitas yang lebih besar itu terdapat sebutan pemimpin nasional. Sebutan tersebut diperuntukkan bagi kepala atau pemimpin dari bangsa atau negara yang diakui eksistensinya oleh semua kelompok atau golongan dari bangsa atau negara tersebut. Pemimpin nasional tidak terikat dan tidak mengikatkan diri pada salah satu kelompok atau golongan yang ada di dalam suatu bangsa atau suatu negara. Dengan kata lain, pemimpin nasional eksistensinya diakui oleh semua kelompok dan semua golongan. Bahkan pemimpin nasional diakui oleh berbagai aliran ataupun partai politik yang ada. Sehingga eksistensinya melegenda dalam sejarah perjuangan suatu bangsa, seperti misalnya: Sukarno-Hatta sebagai pemimpin nasional bangsa Indonesia; Kemal Ataturk sebagai pemimpin nasional bangsa Turki; Mahatma Gadhi, pemimpin nasional bangsa India, Ho Chi Min, pemimpin nasional bangsa Vietnam dan sebagainya.

Oleh karena itu seorang wakil rakyat, seorang kepala pemerintahan, seorang kepala negara sebagai pemimpin bangsa, sejak ia duduk pada posisinya itu ia harus bersikap, berpikir, berbicara dan berwawasan yang berlingkup nasional. Dari sinilah muncul istilah negarawan. Seorang negarawan harus mampu memahami kepentingan umum (kepentingan bangsa dan negara) dan mampu mengatasi konflik antara kepentingan golongannya dan kepentingan bangsa dan negara. Seorang negarawan harus mampu memilahkan mana kepentingan bangsa dan negara di satu sisi serta di sisi lain mana kepentingan golongannya. Seorang negarawan juga harus mampu memadukan berbagai kepentingan golongan yang kadang kala saling berhadapan dan bertolak belakang menjadi satu kepentingan nasional yang harus diperjuangkan seluruh bangsa.

Seorang pemimpin dan juga negarawan harus mampu memahami kehendak yang dipimpinnya (rakyat), mampu memotivasi atau memberikan rangsangan kepada yang dipimpin unutuk berjuang, bekerja keras dan melangkah maju untuk mencapai apa yang dikehendaki itu. Seorang pemimpin tidak dapat secara sendirian melaksanakan tugasnya tanpa dukungan dari yang dipimpin. Artinya yang dipimpin tidak dapat menuntut pemimpin harus mencapai apa yang dikehendaki oleh yang dipimpin, sedangkan yang dipimpin hanya berpangku tangan dalam perjuangan mencapai kehendak tersebut. Di sinilah terdapat timbal balik kepentingan antara pemimpin dan yang dipimpin. Jika telah terjadi kesepakatan antara pemimpin dan yang dipimpin untuk mewujudkan apa yang dikehendaki bersama, seorang pemimpin harus dapat merangsang dan mendorong yang dipimpin. Sedangkan yang dipimpin harus mendukung pemimpinnya untuk mencapai apa yang dikehendaki bersama itu.

Jadi seorang kepala belum tentu mampu menjadi pemimpin, karena pemimpin harus mampu mengelola kegiatan sekelompok orang secara bersama untuk mencapai atau mewujudkan tujuan bersama yang telah disepakati. Jadi kegiatan memimpin atau kepemimpinan di satu sisi dapat dipelajari melalui pengetahuan dan pengalaman. Di sisi lain kepemimpinan juga merupakan seni, yaitu seni mengelola orang, memotivasi orang dan mengerahkan orang untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena itu kepemimpinan juga bersifat khas bergantung pada kemampuan olah cara dan kepribadian seorang pemimpin. Kepemimpinan sebagai metoda atau cara, bersifat umum dan dapat dipelajari. Kepemimpinan sebagai seni bersifat khas dan sangat bergantung pada pribadi pemimpin. Seni kepemimpinan (the art of leadership) inilah yang membedakan sifat kepemimpinan seseorang dengan orang yang lain.

Kepribadian atau sikap peri laku yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin yang diharapkan mampu memimpin ?

Pertama, bersikap jujur. Seorang pemimpin harus bersikap terbuka, tidak berbohong dan tidak menutup-nutupi tindakannya. Ia harus berani mengatakan yang benar itu benar, sebaliknya mengatakan yang salah itu salah. Tidak mau mendaku atau memiliki apa yang bukan menjadi haknya. Bersikap apa adanya, tidak menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan.

Kedua, bersikap adil. Seorang pemimpin harus dapat memberikan apa yang menjadi hak seseorang secara penuh. Dalam memberikan hak tersebut bukan berdasarkan asal-usul seseorang atau berdasar kedekatan seseorang terhadap diri seorang pemimpin, melainkan berdasarkan kedudukan dan kerja atau karyanya.

Ketiga, bersikap ikhlas. Seorang pemimpin harus lapang dada, suka hati dan tanpa mengharapkan suatu imbalan apapun dalam melaksanakan kepimimpinannya. Ia juga tidak mengharapkan pujian, apalagi sanjungan untuk melaksanakan kepemimpinannya itu. Ia melaksanakan kepemimpinannya semata-mata berdasrkan pengabdian kepada rakyat yang dipimpin.

Keempat, bersikap tulus. Keikhlasan untuk mengabdi dan mendahulukan kepentingan orang banyak dari pada kepentingan pribadinya itu timbul dari lubuk hatinya yang paling dalam, timbul dari suara hati nuraninya (insan kamil).

Kelima, memiliki integritas. Seorang pemimpin harus memiliki rasa menyatu (menjadi satu bagian) dari yang dipimpinnya (rakyat, bangsa). Ia harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat atau bangsanya. Ia juga harus bersedia mendengar apa yang menjadi kehendak rakyat yang dipimpinnya.

Keenam, memiliki visi ke masa depan, seorang pemimpin harus mempunyai pandangan dan perencanaan jauh je masa depan. Pemimpin harus mampu memahami sejarah masa lalu bangsa dan dapat mengamati kehidupan bangsa masa kini maupun perkiraan perencanaan jauh ke masa depan.

Demikianlah lima sifat kepemimpinan yang secara umum harus dimiliki oleh setiap pemimpin. Walaupun setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan masing-masing tetapi lima sifat tersebut minimal harus dimiliki oleh setiap pemimpin.

Kepemimpinan nasional selain berciri lima sifat kepemimpinan umum tadi juga dipengaruhi oleh jati diri atau sifat khas suatu bangsa. Seperti misalnya kepemimpinan nasional bangsa Indonesia selain berciri lima sifat tersebut di atas juga menunjukkan ciri khas bangsa Indonesia.

Oleh sebab itu model kepemimpinan bangsa Indonesia di samping harus memiliki sifat kepemimpinan secara umum, juga harus menunjukkan sifat-sifat khas kepribadian bangsa Indonesia, yaitu:

Pertama, kepemimpinan yang berketuhanan.
Seorang pemimpin nasional bangsa Indonesia harus berkeyakinan atau beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ia harus mengakui akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa. Ia harus yakin tiada kekuasaan yang lebih tinggi dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kekuasaan seorang pemimpin tidak mungkin melebihi kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

Kedua, kepemimpinan yang berkemanusiaan.
Karena seorang pemimpin nasional Indonesia berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa maka ia juga harus mengakui adanya kesederajatan dan kesetaraan manusia sebagai makhluk Tuhan. Ia juga mengakui bahwa setiap manusia memiliki hak, oleh karena itu hak setiap manusia tersebut harus dipenuhi dan dihargai secara adil. Ia juga harus menghormati harkat serta martabat manusia sebagai makhluk Tuhan dan menghargai harkat serta martabat manusia yang berbudaya.

Ketiga, kepemimpinan yang berpersatuan.
Seorang pemimpin nasional Indonesia dalam melaksanakan kepemimpinannya harus ditujukan untuk mewujudkan dan memelihara persatuan Indonesia. Rakyat dan bangsa Indonesia yang pluralistik harus dipimpin dan diarahkan menuju persatuan Indonesia. Rakyat dan bangsa Indonesia juga harus didorong untuk menghargai keaneka ragaman (pluralitas), karena keaneka ragaman pada hakikatnya kurunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Keaneka ragaman bangsa Indonesia adalah suatu kenyataan yang harus dihadapi. Pluralitas jika disadari dan dihargai sebagai ciri khas bangsa justru mendorong perstuan bangsa.

Keempat, kepemimpinan yang berkerakyatan.
Kepemimpinan seseorang diperoleh dari rakyat. Ia memperoleh mandat kekuasaan untuk memimpin yang bersumber dari rakyat. Dalam melaksanakan kepemimpinannya seorang pemimpin nasional Indonesia harus menggunakan pikiran sehat dan pengetahuan, serta menggunakan hati nuraninya untuk memahami kehendak (aspirasi) rakyat yang dipimpin. Dalam memutuskan sesuatu untuk kepentingan rakyat banyak, seorang pemimpin harus mendasarkan pada hasil musyawarah yang telah menjadi kesepakatan bersama.

Kelima, kepemimpinan yang berkeadilan.
Rakyat dipimpin dan dibimbing untuk secara bersama-sama mewujudkan cita-cita nasional, yaitu: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mewujudkan cita-cita adalah suatu perjuangan bersama yang harus dipimpin dan dibimbing.

Setiap rakyat Indonesia mempunyai kewajiban yang sama sesuai dengan kedudukan dan tugasnya masing-masing untuk bersama-sama mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. Setiap rakyat Indonesia mempunyai hak memperoleh hasil usaha bersama tersebut sesuai dengan kedudukan dan tugas masing-masing.

Setiap pemimpin mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memimpin kegiatan dan usaha bersama mewujudkan cita-cita kesejahteraan rakyat yang adil. Setiap pemimpin mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memeratakan kesejahteraan yang dicapai bagi seluruh rakyat dan tersebar ke seluruh wilayah Indonesia.

Jadi seorang pemimpin harus menjadi negarawan, yang mempu menggunakan kekuasaan untuk mengatur Negara termasuk mengatur warga Negara. Seorang pemimpin yang kelima harus bermoral dan berakhlak dan dapat memberikan teladan kepada yang dipimpin. Sehingga seorang pemimpin mampu memberikan pelayanan dan dapat mengajak rakyat untuk bersama-sama mewujuydkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Demikian ciri khas kepemimpinan nasional Indonesia yang bersumber dari ideologi nasional Pancasila, yang menjadi pedoman sikap dan peri laku bangsa Indonesia. Dengan kata lain demikianlah paradigma kepemimpinan atau model kepemimpinan nasional bangsa Indonesia. Di samping itu kepemimpinan nasional juga tidak dapat lepas dari lima sifat kepemimpinan pada umumnya. []

Hernowo Hadiwonggo – LPPKB.